Samarinda, 6 November – Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71 Tahun 2025 yang mengatur tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penyerahan jasa angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri kelas ekonomi. Peraturan ini secara khusus menetapkan bahwa sebagian PPN akan ditanggung oleh pemerintah untuk periode libur Natal 2025 dan Tahun Baru 2026.
Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat dan menggerakkan roda perekonomian nasional, khususnya menjelang dan selama periode libur Natal 2025 dan Tahun Baru 2026. Insentif ini diharapkan dapat meringankan beban biaya perjalanan udara bagi masyarakat dan mendorong sektor pariwisata serta transportasi.
Rincian Insentif PPN:
Berdasarkan PMK 71 Tahun 2025, PPN yang terutang atas jasa angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri kelas ekonomi akan diatur sebagai berikut:
Ditanggung Penumpang: Penumpang akan menanggung PPN sebesar 5% (lima persen) dari nilai Penggantian.
Ditanggung Pemerintah: Pemerintah akan menanggung PPN sebesar 6% (enam persen) dari nilai Penggantian untuk tahun anggaran 2026.
Total PPN yang dibebankan untuk layanan ini, dengan demikian, efektif sebesar 11% dari nilai Penggantian, di mana 6% di antaranya ditanggung pemerintah. Nilai Penggantian yang dimaksud mencakup tarif dasar (base fare), biaya tambahan bahan bakar (fuel surcharge), serta biaya-biaya lain yang menjadi objek PPN yang dibayarkan oleh penerima jasa kepada badan usaha angkutan udara.
Periode Keberlakuan:
Insentif PPN yang ditanggung pemerintah ini berlaku untuk:
Pembelian Tiket: Mulai tanggal 22 Oktober 2025 hingga 10 Januari 2026.
Periode Penerbangan: Mulai tanggal 22 Desember 2025 hingga 10 Januari 2026.
Ini berarti masyarakat yang ingin memanfaatkan insentif ini harus membeli tiket dan melakukan perjalanan dalam rentang waktu yang telah ditentukan, dan hanya berlaku untuk penerbangan kelas ekonomi rute domestik.
Kondisi PPN Tidak Ditanggung Pemerintah:
Insentif ini tidak berlaku apabila:
Jasa yang diserahkan di luar periode pembelian tiket dan periode penerbangan yang telah ditetapkan.
Penerbangan tidak menggunakan kelas ekonomi.
Pengusaha Kena Pajak (Badan Usaha Angkutan Udara) tidak menyampaikan daftar rincian transaksi PPN ditanggung pemerintah sesuai batas waktu yang ditentukan.
Jika salah satu dari kondisi di atas terjadi, maka penyerahan jasa angkutan udara tersebut akan dikenai PPN sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku umum, yaitu 12% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
Kewajiban Maskapai Penerbangan:
Badan Usaha Angkutan Udara selaku Pengusaha Kena Pajak diwajibkan untuk membuat Faktur Pajak atau Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak (seperti tiket) serta menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN sesuai dengan ketentuan perpajakan. Prosedur pelaporan akan berbeda antara transaksi yang memenuhi syarat ditanggung pemerintah dan yang tidak.
Dengan adanya PMK 71 Tahun 2025, pemerintah berharap dapat memberikan stimulus yang signifikan bagi industri penerbangan dan pariwisata domestik, sekaligus memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk bepergian selama masa libur akhir tahun.
Komentar (0)
Komentar akan segera hadir